08 March 2015

Ahok Vs DPRD, Opini Media Vs Konstitusi

Akhir- akhir ini masyarakat Indonesia kembali disuguhi pemberitaan yang memuakkan, yaitu perseteruan antara Ahok Vs DPRD Jakarta, ahok menuding adanya dana siluman pada APBD DKI Jakarta, sementara DPRD menuduh ahok melakukan pemalsuan APBD karena melaporkan APBD versi dirinya kepada Kemendagri bukannya APBD yang sudah disepakati bersama DPRD. Secara konstitusi jelas ahok telah melanggar aturan karena menurut undang-undang APBD yang dilaporkan pada kemendagri harus disetujui oleh DPRD.
Namun ahok tetap ngotot, bahkan melaporkan DPRD ke KPK, tidak lupa berkoar di depan media yang mendukungnya.
Yah pertarungan antara ahok dan DPRD adalah pertarungan antara opini media vs Konstitusi, ahok unggul di ranah media dan DPRD unggul di ranah konsitusi.
Namun jika konstitusi sampai terkalahkan oleh opini media tentu saja negara ini akan semakin carut marut, karena konsitusi yang merupakan perangkat aturan menjadi lembek, dan keputusan benar salah ditentukan oleh opini media, sungguh Indonesia akan menjadi negara yang menyedihkan. Jika ahok memang ingin mengungkap adanya dana siluman, lakukanlah dengan cara-cara yang konstitusional, sebagai seorang pejabat semestinya dia lebih tahu. Jangan cuma marah-marah ga jelas. Jika diperhatikan sepertinya ahok dan media memang mempunyai kepentingan ideologi yang sama, ahok sepertinya tengah dicitrakan untuk kepentingan politik dan ideologi kedepannya, jadi ingat saat Pak Jokowi dengan blusukannya, dankini ahok dengan marah-marah ga jelas yang dicitrakan tegas oleh media. Menang mana ya, konsitusi vs opini media, kita tunggu saja kelanjutan dari drama perseteruan ahok vs DPRD sebagai perwakilannya.

04 July 2014

Elektabilitas Prabowo Vs Elektabilitas Jokowi Mulai Berimbang

Tanggal 9 Juli sebentar lagi, persaingan antara Prabowo dan Jokowi untuk menjadi orang nomor satu di Indonesia semakin memanas dan sengit, dari berbagai lembaga survei menunjukkan elektabilitas calon presiden Joko Widodo terus mengalami.penurunan, indikasinya di bulan juni hingga awal juli ini elektabilitas Jokowi berada di bawah 50 Persen, padahal sebelum bulan Juni elektabilitas Jokowi selalu berada diatas 50 persen. Bahkan Burhanudin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia yang cenderung mendukung Jokowi menyatakan suara Jokowi di Propinsi Jawa Barat mengalami penurunan yang cukup signifikan, sehingga menyarankan agar timses Jokowi bekerja lebih keras lagi Hasil riset dari lembaga lembaga survei di Indonesia beberapa tahun terakhir ini memang cenderung tidak objektif, banyak lembaga survei yang membuat survei untuk menguntungkan capres yang didukungnya, baik untuk kubu capres Jokowi ataupun kubu capres Prabowo. Namun secara objektif elektabilitas Jokowi memang tengah menurun dam hanya terpaut sedikit saja dari elektabilitas Prabowo. Bahkan ada lembaga survei yang menyatakan elektabilitas Prabowo telah menyalip elektabilitas Jokowi. Yap itu kan prediksi dari berbagai lembaga survei, untuk mengetahui jawaban yang sesungguhnya kita lihat saja nanti siapa yang akan menang dalam pilpres 9 Juli 2014 nanti, yang terpenting adalah apapun hasilnya kedua kubu harus siap menerimanya demi menjaga keamanan negeri kita, Indonesia.

03 December 2013

Perseteruan Farhat Abbas vs Keluarga Ahmad Dhani adalah.Perang Arogansi

Akhir -akhir ini pemberitaan di media massa dihiasi oleh perseteruan antara Farhat.Abbas dan keluarga Ahmad Dhani, perseteruan dimulai dari kicauan twitter Farhat Abbas yang dianggap selalu menyerang dan menyudutkan Ahmad Dhani yang membuat tersinggung anak-anak Dhani sehingga melontarkan tantangan untuk beradu jotos di ring tinju dalam acara hitam putih Trans 7 yang dipandu Deddy Coubuzer. Perseteruan makin memanas saat Farhat menerima tantangan tinju anak-anak Dhani Al dan El walaupun akhirnya ga jadi karena tidak diizinkan oleh Pertina. Tidak jadi duel tidak membuat perseteruan berhenti, giliran Ahmad Dhani menyentil Farhat Abbas yang tidak mau mengakui anak dari perkawinan dengan isteri pertamanya, makin tajam saja.

Masyarakat harus jeli, apa yang dipertontonkan dua kubu yang katanya publik figur itu adalah hal yang tidak baik, dan jangan sampai ditiru. Masyarakatpun perlu tahu jejak Farhat atau Dhani yang penuh arogansi dalam penampilan-penampilannya di depan publik. Saat dua kubu yang sama-sama arogan bertemu, maka yang terjadi adalah apa yang kita dengar dan saksikan sekarang ini, perang arogansi !

25 October 2013

Media Televisi Sebagai Corong Politik

Jaman orde baru Televisi Republik Indonesia atau TVRI sempat mendapat julukan sebagai ''Corong Pemerintah'' dari para pengkritiknya, karena dianggap hanya memberita hal-hal yang baik saja tentang kebijakan-kebijakan Pemerintah, maka tak ayal berbagai tuntutan agar TVRI menjadi lembaga penyiaran yang lebih independen pun bermunculan.

Di jaman sekarang ini benih-benih lembaga penyiaran untuk menjadi corong politik suatu golongan sudah terlihat. Para pemilik media masuk dunia politik praktis dan begitu sebaliknya politikus memiliki Media. Yang paling disorot tentu saja adalah Lembaga Penyiaran Televisi, karena televisi adalah media yang paling dekat dan digemari oleh masyarakat.

Berikut ini adalah beberapa contoh media TV yang berperan sebagai corong politik suatu golongan, partai politik atau tokoh tertentu:

-> TV one dan ANTV (Viva Grup)

Dua Stasiun TV ini adalah corong politik dari Partai Golkar dan ketua partainya Aburizal Bakrie yang akan maju sebagai Capres pada pemilu 2014 nanti.

-> Metro TV

Stasiun televisi ini berperan sebagai corong politik untuk Partai NaSDem dan ketua umumnya Surya Paloh..

-> RCTI, MNCTV dan Global TV (MNC Grup)

Ketiga stasiun televisi ini adalah corong politik untuk Harry Tanoewijaya sang bos MNC grup yang maju sebagai Cawapres mendampingi Capres Wiranto yang diusung oleh Partai Hanura.

Itu hanya sebagian contoh saja, karena kemungkinan besar televisi lain seperti SCTV dan Indosiar atau Trans 7 dan Trans TV juga akan dimanfaatkan sebagai corong politik. Jadi tak jauh berbeda seperti pada jaman orde baru, bedanya pada jaman orde baru stasiun TVnya hanya satu, kalo sekarang kan banyak. Maka tak heran jika pada pemilu 2014 nanti akan terjadi pula perang media yang akan membela mati-matian tokoh dan golongan yang memilikinya.
Kesimpulannya, sekarang ini sulit melihat media yang independen, baik itu media TV, Online, cetak dan lain sebagainya.

Translate To :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified